Sabtu, 28 Juni 2014

Seputar Pendakian Gunung

seputar pendakian gunung
suasana mendaki gunung merbabu
Berdiri di puncak gunung sebagai tempat tertinggi di daratan merupakan pengalaman luar biasa yang sulit untuk dilupakan. Menyaksikan matahari terbit dan terbenam kembali dengan suasana yang berbeda tentu akan menambah kekaguman kita pada yang menciptakannya. Menatap dunia dari puncak - puncak tertinggi, terkadang bagaikan berdiri di atas permadani awan yang maha luas dan menjadi pengalaman yang tidak ternilai harganya.

Udara bersih yang dihirup dari alam pegunungan dan berbagai kejadian selama perjalanan menjadi pengalaman manis yang tidak terlupakan. Dan semua hal lain yang dirasakan selama perjalanan merupakan bagian dari cara - cara menikmati alam ciptaan Tuhan dari sisi yang lain. Berbagai pengalaman menarik dan berbeda - beda telah dilalui para pendaki. Di mana setiap orang mempunyai pengalaman sendiri ketika melaluinya. Namun semuanya mempunyai kesimpulan yang sama, yaitu betapa luas dan indahnya ciptaan Tuhan.

Akhirnya kita akan merasakan betapa "kecilnya" manusia di hadapan Tuhan. Bukti - bukti sejarah seperti candi, arca dan makam kuno yang ditemukan di daerah pegunungan diIndonesia, merupakan bukti bahwa kegiatan mendaki gunung di Indonesia telah dilakukan sejak berabad - abad lalu. Bahkan pada masa penjajahan Belanda, seorang pencinta alam, penjelajah, dan ilmuwan terkenal, Frans Junghuhn yang berkebangsaan Prusia - Jerman, sejak tahun 1830 - an telah mendaki seluruh gunung yang ada di Pulau Jawa.

Hasil perjalanannya selama hampir 30 tahun antara tahun 1935-1964 dituangkannya dalam sebuah buku yang berjudul "Java". Kemudian jejaknya diikuti oleh petualang - petualang Eropa( Belanda ) lainnya seperti Wormser, yang menuliskan catatan perjalanannya ketika melakukan pendakian gunung - gunung di Pulau Jawa. Bukunya terbit sekitar tahun 1930. Demikian juga Stehn, pendaki berkebangsaan Eropa yang menulis buku panduan mendaki 30 gunung di Pulau Jawa pada tahun 1928.

Kemudian kegiatan pendakian gunung di Indonesia sendiri terus berkembang sampai sekarang. Berbagai kegiatan alam bebas yang dilakukan para penggiat alam seperti, mendaki gunung, sepeda gunung, terbang layang, dan lain - lain, banyak dilakukan di kawasan pegunungan. Berbagai kegiatan tersebut terkadang membahayakan. Selain karena ketidaktahuan para penggiat alam sendiri terhadap wilayah gunung tersebut, juga karena faktor lain.

Seperti ketidaksiapan si penggiat alam dalam melakukan aktivitas di alam bebas. Selain parapenggiat alam bebas, berbagai aktivitas manusia yang kerap dilakukan di wilayah gunung secara langsung maupun tidak langsung turut serta mempengaruhi ekosistem untuk tetap terjaga dengan baik atau bahkan menjadi "rusak".

Pendaki gunung juga harus dibekali dengan pengetahuan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan selama melakukan perjalanan pendakian. Aktivitas kegiatan alam bebas seperti mendaki gunung bisa dikatakan sebagai olahraga rekreasi. Namun karena aktivitasnya dilakukan di alam terbuka, mendaki gunung memerlukan kondisi fisik prima dari para pendakinya.

Anda yang menyukai kegiatan alam terbuka haruslah menyadari berbagai bahaya yang mungkin mengancam ketika melakukan aktivitas di alam terbuka tersebut. Ancaman yang mungkin membahayakan para penggiat alam bebas tersebut biasanya datang dari dalam diri sendiri ataupun datang dari luar dan di luar kemampuan anda.

Kedua jenis bahaya tersebut biasa diistilahkan dengan bahaya subjektif dan bahaya objektif. Dan yang perlu diingat, jangan pernah menganggap remeh kondisi alam dalam bentuk apa pun, termasuk alam pegunungan yang biasa didaki seperti Gunung Gede atau Gunung Papandayan. Salah seorang pendaki senior Indonesia, Alm. Norman Edwin, mengatakan bahwa seorang pendaki gunung pada dasarnya menghadapi dua jenis rintangan ketika melakukan kegiatannya.

Rintangan pertama sifatnya ekstern, artinya datang dari objek yang sedang dihadapi. Objek itu adalah gunung, dan rintangan yang dihadapi berupa cuaca atau medan berat. Bahaya yang ditimbulkannya disebut bahaya objek ( objective danger ). Rintangan kedua sifatnya intern, yaitu datang dari si pendaki gunung itu sendiri. Kalau si pendaki itu tidak mempersiapkan diri dengan baik, maka rintangan itu datang dari dirinya sendiri. Bahaya yang timbul disebut bahaya subjek ( subjective danger ).

Di Indonesia, bahaya objek bagi pendaki gunung secara umum tidak terlalu besar. Keterjalan gunung - gunungnya relatif tidak seberapa, cuacanya pun hanya dipengaruhi oleh dua musim:musim kering dan musim hujan. Suhu udara tidak terlalu dingin, terutama dibandingkan dengan gunung - gunung di daerah subtropis. Bila akhir - akhir ini terlansir berita mengenai kecelakaan di gunung, maka kesalahan banyak dilakukan oleh si pendaki yang masih belum memadai dari banyak segi.

Perlengkapan mendaki gunung adalah pokok pemikiran pertama bagi setiap pendaki gunung. Gunung dengan segala aspeknya merupakan lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita. Lebih - lebih bagi mereka yang hidup di dataran rendah. Itulah sebabnya kita memerlukan perlengkapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan di gunung. Perlengkapan yang baik adalah salah satu usaha untuk mengurangi bahaya di gunung, baik bahaya objek maupun subjek. Bahaya subjektif atau bahaya yang datang dari diri anda sendiri merupakan hal - hal yang paling mudah dihadapi atau diatasi karena kita sendiri yang mengetahuinya. Hal - hal tersebut di antaranya :



Seberapa siap anda untuk melakukan perjalanan atau mendaki gunung?


Apakah anda dalam kondisi sehat dan cukup kuat ?


Sudah siapkah mental dan fisik anda?


Apakah pengetahuan anda tentang kegiatan alam bebas sudah cukup?



Beberapa hal yang disebutkan di atas sebenarnya dapat anda permudah, misalnya dengan rajin berolahraga, sehingga fisik selalu terjaga dalam kondisi yang sehat. Belajar ilmu pengetahuan tentang aktivitas alam bebas seperti navigasi, survival dan sebagainya merupakan hal yang cukup panting untuk menunjang kesiapan anda dalam mendaki gunung. Jika tidak mempunyai pengetahuan yang cukup, maka jangan coba - coba untuk pergi sendiri. Lebih baik anda pergi bersama orang yang lebih berpengalaman.


Bahaya objektif atau bahaya yang berasal dari sifat alam itu sendiri merupakan bahaya di luar

kemampuan anda dan biasanya tidak dapat anda ubah. Namun anda bisa meminimalisasi efek dari bahaya tersebut dengan cara mempersiapkan segala sesuatunya dengan balk. Hal - hal tersebut di antaranya :


Udara dan angin di pegunungan biasanya dingin, bahkan gunung - gunung yang mempunyai ketinggian tertentu sangat dingin dan bersalju.


Badai bisa datang sewaktu - waktu dan menghambat perjalanan.


Kabut juga bisa datang tiba - tiba dengan sangat tebal, sehingga mengurangi jarak pandang anda.
Seputar Pendakian Gunung
kabut mengurangi jarak penglihatan


Di medan pendakian yang gundul, angin dan temperatur yang datang bisa sangat liar. Apabila hujan turun, tidak ada tempat untuk berteduh.


Topografi medan pendakian umumnya terjal dan di saat musim hujan biasanya menjadi lebih berat dan sangat licin.
Seputar Pendakian Gunung
kondisi jalur pendakian yang terjal
Batu - batuan atau pasir yang anda temukan bisa saja berjatuhan.


Suasana malam sangat gelap.

Seputar Pendakian Gunung
susana malam
Dan sebagainya.

Beberapa hal tentang bahaya objektif seperti yang disebutkan di atas, sebagai manusia, anda tidak bisa mengubahnya. Namun anda bisa mengurangi dampak - dampak negatifnya seperti dengan membawa makanan yang cukup dan bergizi. Membawa jas hujan dan baju hangat untuk menghindari kondisi cuaca yang buruk. Membawa alat penerangan seperti center atau lilin. Membawa tenda atau flysheetuntuk tempat berteduh dari panas, dingin, dan hujan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar