Herman Lantang |
Pada peringatan 44 tahun kematian Soe Hok Gie dan Idhan Lubis, Herman Onesimus Lantang, sahabat karib Soe Hok Gie yang menjadi pemimpin pada pendakian tersebut, mengunjungi prasasti Soe Hok Gie di Museum Taman Prasasti, Jalan Tanah Abang I, Jakarta Pusat. Senin, (16/12).
Hanya Herman yang sempat datang. Tiga anggota survival tim pendakian Semeru 1969 lainnya yang masih hidup, yaitu Aristides Katoppo, Abdurachman, dan Rudy Badil tidak dapat hadir karena kondisi yang tidak memungkinkan.
Setahun belakangan ini, berembus rumor miring terkait peristiwa kematian Soe Hok Gie dan Idhan Lubis, yang dinilai konspirasi, membuat Herman Lantang melayangkan surat untuk sahabat seperjuangannya, Soe Hok Gie. Di dekat prasasti Soe Hok Gie, Herman membacakan secara spontan. Berikut isinya:
Soe yang baik,
Gak terasa ya udah 44 tahun lu berangkat tinggalin kita, ternyata gue sekarang udah menjelang umur 74, Soe. Jadi udah tua, tapi gue yakin Tuhan masih makai gue, Tuhan punya maksud memberi gue umur panjang, gak kayak lu dipanggil cepat. Dan, lu juga memberi dampak yang hebat buat orang-orang.
Gak terasa Soe, sorry gue sih niatnya masih pingin napak tilas ke Semeru, pasti masih bisa, walaupun gue sekarang udah patah kaki, pakai dua tongkat, udah stroke. Tapi gue yakin gue bisa, cuma satu, kondisi gak memungkinkan, gue harus terbang ke Malang dan pakai mobil ke arah Ranu Pane, baru gue jalan, bisa.
Berapa lama pun gue bisa naik turun Semeru, gue yakin bisa. Tapi kondisi gak memungkinkan, jadi terpaksa untuk tahun ini kita gak tapak tilas tapi datang ke tempat nisan lu, di Taman Prasasti, untuk ngumpul dan ngenang akan kebesaran Tuhan.
Gua prihatin Soe, Mapala UI sekarang gak memperingati ultah Mapala tanggal 12 yang lalu. Dan juga Mapala tidak buat acara untuk peringatan kepergian kalian 16 Desember. Tapi, that’s life ! Itu lah hidup, yang penting kita teman-teman lu masih tetap mengenang lu dan menjadi kenang-kenangan indah. Dan, menjadi satu pelajaran buat kita semua akan kebesaran Tuhan.
Di Taman Prasasti udah keren banget Soe, yang aslinya lu cuma punya nisan, "Nobody Knows The Trouble I've Seen" (Negro Spiritual Song). Yang lainnya udah dipugar secara keren untuk umum, tamannya bagus, tempatnya bagus, tenang.
Gue kemari tadi pagi, Joyce berangkat ke Cikini. Joyce bini gua, lu gak tahu kan gua akhirnya kawin juga?, dia jaga kemenakannya Retno Momoto, bininya Benny Mamoto yang tahun 1970 pernah ikut tapak tilas ke Semeru.
Gue sendirian di sini, tapi gua senang ditemanin teman-teman pecinta alam yang mengagumi lu, sialan! Emosi lagi kumat!, terima kasih Soe, (menangis, suara tertahan beberapa detik), lu menjadi teladan (nangis lagi) buat generasi penerus (nangis) walau lu udah gak ada, tapi pemikiran lu menjadi panutan orang-orang (suara terbata-bata).
Gua sedih, soal peristiwa Semeru, ada orang yang masukin ke Facebook dan orang-orang yang gak ngerti kita, gak ngerti persahabatan kita, mancing-mancing supaya gua panas, sebab kelemahan gue dari dulu kan gitu, cepet marah dan panas. Tapi puji Tuhan, gue dikaruniakan kebijaksanaan makin tua dan kesabaran dan gue belajar untuk jadi humble.
Gue sampai sekarang masih punya niat untuk datang ke Semeru, malah dengan Joyce punya niat untuk ke puncak cartenz, itu bisa. Eh by the way, itu rumah kita mau dijual, dan kalau sudah laku bakal pindah ke Curug Nangka di Bogor.
Di situ gua akan dirikan perpustakaan, Benny Mamoto almarhum punya buku banyak kayak lu kan, buku- buku terlarang, Lenin, Mau Tse Tung, Bung Karno, Tan Malaka, kayak buku lu, untuk perpustakaan umum. Sayang, buku lu yang di Yayasan Mandalawangi gak jelas entah kemana.
Oke, itu aja, ya semacam berkeluh kesah. Kayak lu kan biasa begitu sama gue. Ok Gie, sampai ketemu di sana. Tungguin gue ya, bye.
tersentuh, saya pun menangis di akhir baca
BalasHapus